Karakteristik Pelajaran Sejarah

Menelusuri Karakteristik dalam Pelajaran Seajarah.

Kunjungan Edukasi Siswa Kelas X SMK Kimia YTK ke Museum Balaputera Dewa Palembang

Menjelajahi Jejak Peninggalan Sejarah Sumatera Selatan Melalui Kunjungan Edukasi.

Wisata Sejarah Religi

Mengenal Lebih Dekat Sejarah dan Budaya Islam di Palembang Melalui Wisata Sejarah ke Kampung Arab Al-Munawar.

Semangat Berinovasi di Kala Pandemi

Menebarkan Semangat Berinovasi Kembali Melalui Kegiatan Diklat Sagusablog Lanjutan.

Sabtu, 25 Juni 2022

AKSI NYATA MODUL 3.1 PENGAMBILAN KEPUTUSAN SEBAGAI PEMIMPIN PEMBELAJARAN

 


Created By: Rizki Hernanda Hernanda, S.Pd.

Social Teachers SMP Islam Al-Azhar Cairo Palembang

Calon Guru Penggerak Angkatan 4 Kota Palembang


PERISTIWA (Fact)

Latar Belakang Situasi yang Dihadapi


     Adapun latar belakang situasi yang dihadapi yaitu ada perbedaan kemampuan murid dalam menyerap pembelajaran, dan juga perbedaan lainnya antara lain karakteristik, pola atau gaya belajar serta kondisi keluarga murid masing-masing. Selain itu juga kondisi pandemi yang menyebabkan murid dalam mengimbangi proses pembelajaran sehingga seringkali tertinggal dengan teman-teman sekelasnya. Hal ini kemudian berdampak pada hasil belajar akhir semester murid yang menimbulkan kegalauan yang cukup mendalam bagi guru mata pelajaran atau wali pada saat pengolahan nilai rapor semester. Dilema guru pada saat pengisian nilai rapor bagi murid yang nilainya bermasalah tentu telah menjadi problem klasik yang sering dialami oeh guru. Namun seringkali guru mengambil keputusan atau kebijakan secara sepihak tanpa memperimbangkan banyak hal terutama pertimbangan latar belakang murid. Selain itu kebijakan sekolah juga sering kali mendominasi pertimbangan guru dalam mengambil keputusan untuk menaikkan atau tidak murid ke kelas berikutnya.


Alasan Melakukan Aksi Nyata “Pengambilan Keputusan Sebagai Pemimpin Pembelajaran”

     Alasan yang melatarbelakangi Aksi Nyata Pengambilan Keputusan Sebagai Pemimpin Pembelajaran adalah adanya Dilema Etika yang dialami guru mata pelajaran atau wali kelas pada saat pengolahan nilai rapor akhir semester kenaikan kelas. Dilema etika tersebut dikategorikan adanya nilai-nilai yang berlawanan yaitu rasa keadilan lawan rasa kasihan, maksudnya disini ada prinsip keadilan pada aturan sekolah bahwa sajanya setiap murid harus diperlakukan adil dalam pemberian nilai rapor sesuai hasil belajar masing-masing berlawanan dengan rasa kasihan guru terhadap kondisi murid apabila murid yang mengalami masalah nilai rapor tersebut diputuskan begitu saja yakni tidak dinaikkan kelas berikutnya. Adapun hal yang menjadi pertimbangan guru adalah kondisi psikologis murid jika tidak dinaikkan, sementara guru tidak mengetahui secara detail latar belakang murid tersebut, terlebih lagi murid tersebut sebenarnya telah berusaha belajar namun ia belum dapat mengimbangi kemampuannya dalam menyerap ilmu dari guru dengan kemampuan teman-teman sekelasnya. Oleh karena itu sangat penting bagi guru untuk lebih bijak mengambil keputusan yaitu melalui prinsip dan melakukan 9 langkah pengujian dalam pengambilan keputusan.




Hasil Aksi Nyata yang Dilakukan
    Adapun hasil nyata yang diperoleh melalui pengambilan keputusan sebagai pemimpin pembelajaran yang berpihak pada murid antara lain,  yaitu menghasilkan keputusan atau kebijakan menaikkan murid yang bermasalah dalam nilai rapor dengan memberikan tantangan edukasi yakni pembelajaran tambahan selama liburan sekolah. Tantangan edukasi ini dilakukan dengan berkerjasama antara wali kelas bersama wali murid. Selain itu aksi nyata ini juga memberikan pemahaman baru bagi rekan sejawat untuk lebih bijak dalam mengambil keputusan terutama yang berkaitan dengan murid. Maka disini melalui kegiatan dialog serta diskusi rekan guru sejawat juga dapat mempelajari serta memahami bagaimana seorang guru mengambil keputusan yang bijak melalui prinsip serta 9 langkah pengujian keputusan sehingga keputusan yang diambil adalah keputusan terbaik bagi semua pihak terutama bagi murid.




PERASAAN (Feelings)

     Perasaan yang dialami saat menjalankan program AKSI NYATA ini adalah sangat termotivasi untuk menerapkan prinsip serta 9 langkah pengujian dalam mengambil keputusan. Selama ini saya kurang terorganisir dalam menentukan sebuah kebijakan untuk mengambil keputusan terutama yang berkaitan dengan profesi saya sebagai seorang guru. Namun setelah mempelajari modul 3.1 dan berlatih untuk mengimplementasikan bersama rekan guru sejawat alhamdulillah, sangat membantu saya untuk lebih bijak menentukan keputusan yang tentu keputusan terbaik bagi semua pihak dan dalam hal sebuah keputusan yang berpihak pada murid. Selain itu saya juga senang karena dapat berbagi hasil pembelajaran saya mengenai Prinsip Pengambilan Keputusan bersama rekan guru sejawat yang mengalami dilematis.


PEMBELAJARAN (Findings)


     Adapun pembelajaran yang saya dapat selama dan setelah menjalankan aksi nyata mengenai prinsip pengambilan keputusan sebagai pemimpin pembelajaran yakni saya menjadi semakin sadar bahwasanya sangat penting bagi seorang guru untuk bijaksana dan teliti dalam menentukan sebuah keputusan apalagi keputusan tersebut berkaitan dengan murid. Sehingga diperlukan langkah yang tepat dalam mengambil keputusan yakni melalui prinsip serta 9 langkah pengujian dalam pengambilan keputusan. Jika selama ini perasaan dan kondisi serta mendominasi emosional seorang guru saat menentukan keputusan maka setelah mempelajari dan menerapkan aksi nyata modul 3.1, saya sangat setuju jika guru juga harus mempertimbangkan banyak hal sebelum menentukan sebuah keputusan khususnya bagi murid. Menurut saya juga rekan guru sejawat lainnya juga sangat penting untuk mengetahui materi pada modul ini, agar memiliki presepsi yang sama dalam mengambil keputusan yang berpihak pada murid.

PENERAPAN (Future)
     InshaAllah saya akan sering berlatih untuk menerapkan prinsip dan 9 langkah pengujian dalam mengambil keputusan terutama saat mengalami dilema etika dalam menjalankan profesi saya sebagai seorang. Selain saya pribadi, tentu secara perlahan saya akan berproses mengajak rekan guru lainnya untuk mempelajari dan menerapkan materi dari modul 3.1. Alhamdulillah langkah kolaborasi ini saya awali dengan salah salah satu rekan guru sejawat yang ada di sekolah, dan berikut ini adalah cuplikan video penerapan Prinsip dan 9 Langkah Pengujian dalam Pengambilan Keputusan sebagai Pemimpin Pembelajaran dalam Menghadapi Dilema Etika saat Pengolahan Nilai Rapor Akhir Tahun.




Demikianlah hasil resume Aksi Nyata saya, semoga berkah dan bermanfaat, salam guru penggerak😊


Rabu, 01 Juni 2022

Modul 3.2.a.9 Koneksi Antar Materi: Pemimpin dalam Pengelolaan Sumber Daya

 Modul 3.2.a.9 Koneksi Antar Materi

Pemimpin dalam Pengelolaan Sumber Daya

 

Oleh : Rizki Hernanda, S.Pd.

CGP Angkatan 4 Kota Palembang

SMP ISLAM AL-AZHAR CAIRO PALEMBANG 



Guru Penggerak merupakan episode kelima dari rangkaian kebijakan Merdeka Belajar yang diluncurkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) dan dijalankan melalui Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (Ditjen GTK). Program Guru Penggerak ini bertujuan untuk menyiapkan para pemimpin pendidikan Indonesia masa depan, mampu mendorong tumbuh kembang murid secara holistik, aktif dan proaktif dalam mengembangkan guru di sekitarnya untuk mengimplementasikan pembelajaran yang berpusat kepada murid, serta menjadi teladan dan agen transformasi ekosistem pendidikan untuk mewujudkan profil Pelajar Pancasila.

Sebagai seorang pemimpin baik di kelas maupun di sekolah, kita harus mampu mengidentifikasi dan mengelola segala sumber daya (aset) yang dimiliki oleh sekolah untuk dapat dijadikan sebagai keunggulan sekolah dalam rangka mendukung perwujudan visi dan misi sekolah.

Sekolah sebagai suatu ekosistem pendidikan yang didalamnya terdapat komponen hidup (biotik) dan tak hidup (abiotik)  satu sama lain saling berkontribusi, berkaitan dan saling berinteraksi dalam konteks kelangsungan penyelenggaraan dan pelayanan pendidikan di level mikro. Faktor-faktor biotik yang ada dalam ekosistem sekolah di antaranya adalah : (1) peserta didik ; (2) kepala sekolah; (3) guru; (4) staf/tenaga kependidikan; (5) pengawas sekolah; (6) orang tua peserta didik; dan (7) masyarakat sekitar sekolah. Selain faktor-faktor biotik yang sudah disebutkan, faktor-faktor abiotik juga memiliki kontribusi untuk kelangsungan proses pendidikan di sekolah, di antaranya adalah : (1) keuangan; (2) sarana dan prasarana sekolah.



Dalam rangka mewujudkan pembelajaran yang berpihak pada murid, sekolah akan berhasil jika mampu memandang segala aset (sumber daya) yang dimiliki sebagai sebuah keunggulan bukan memandang sebagai sebuah kekurangan. Sekolah akan berfokus pada pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya yang dimiliki tanpa lebih banyak memikirkan pada sisi kekurangan yang ada. Dalam pengelolaan sumber daya yang dimiliki oleh sekolah ada 2 pendekatan yang dapat dilakukan yaitu:

1.       Pendekatan Berbasis Masalah (Defisit-Based Thinking)

Pendekatan ini akan memusatkan perhatian kita pada apa yang mengganggu, apa yang kurang, dan apa yang tidak bekerja. Segala sesuatunya akan dilihat dengan cara pandang negatif. Kita harus bisa mengatasi semua kekurangan atau yang menghalangi tercapainya kesuksesan yang ingin diraih. Semakin lama, secara tidak sadar kita menjadi seseorang yang terbiasa untuk merasa tidak nyaman dan curiga yang ternyata dapat menjadikan kita buta terhadap potensi dan peluang yang ada di sekitar.


2.       Pendekatan Berbasis Asset (Asset-Based Thinking)

adalah sebuah konsep yang dikembangkan oleh Dr. Kathryn Cramer, seorang ahli psikologi yang menekuni kekuatan berpikir positif untuk pengembangan diri. Pendekatan ini merupakan cara praktis menemukan dan mengenali hal-hal yang positif dalam kehidupan, dengan menggunakan kekuatan sebagai tumpuan berpikir, kita diajak untuk memusatkan perhatian pada apa yang bekerja, yang menjadi inspirasi, yang menjadi kekuatan ataupun potensi yang positif.  

Dalam melaksanakan perannya sebagai pemimpin pembelajaran ada paradigma yang menekankan kemandirian sekolah untuk dapat menyelesaikan tantangan yang dihadapinya dengan bermodalkan kekuatan dan potensi yang ada di dalam mereka sendiri dengan ekspektasi hasil yang didapatkan dapat berkelanjutan. Paradigma tersebut merupakan pendekatan berbasis kekuatan yang populer disebut sebagai pendekatan pengembangan komunitas berbasis aset. Pendekatan tersebut berfokus pada potensi atau sumber daya yang dimiliki oleh sekolah. Jika sekolah dianggap sebagai komunitas, mengadopsi pemikiran Green dan Haines (2002), terdapat  tujuh aset utama yang dimiliki sekolah, di antaranya adalah : (1) modal manusia; (2) modal sosial; (3) modal fisik; (4) modal lingkungan; (5) modal finansial; (6) modal politik; (7) modal agama dan budaya.

Untuk mengimplementasikan peran guru sebagai pemimpin pembelajaran berbasis aset baik dalam lingkup kelas, sekolah, dan masyarakat sekitar sekolah,  yang mesti diupayakan oleh guru di antaranya adalah: (1) memetakan potensi aset yang dimiliki ekosistem sekolah; (2) pengambilan keputusan yang cepat, tepat, cekat, dan akurat; (3) mengkoordinasikan dan menyelaraskan seluruh sumber daya yang ada; (4) memobilisasi sumber daya yang dimiliki untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pemimpin dalam pengelolaan sumber daya merupakan sebuah kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin dalam mengelola dan memanfaatkan berbagai aset-aset yang dimiliki oleh sekolahnya dalam rangka mewujudkan visi dan misi sekolah untuk mencapai peningkatan mutu pendidikan di sekolah dan mewujudkan pembelajaran yang berpihak pada murid.

Keterkaitan Modul 3.2 dengan Materi pada Modul sebelumnya 


·         Keterkaitannya dengan modul 1.1 Menurut Ki Hajar Dewantara pendidikan adalah suatu proses memberi tuntunan terhadap segala kekuatan kodrat yang dimiliki anak agar ia mampu mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai seorang manusia maupun sebagai anggota masyarakat. Seorang pemimpin harus mampu mengelola salah satu aset yang dimiliki sekolah yaitu modal manusia (guru dan murid). Pemimpin harus memastikan para gurunya melaksanakan pembelajaran yang berpihak kepada murid sehingga murid dapat berkembang sesuai kodratnya (kodrat alam dan kodrat zaman). Dengan demikian maka murid akan dapat memaksimalkan minat, bakat, dan potensi yang dimilikinya sebagai bekal mereka dalam menjalani kehidupannya.

·         Kaitannya dengan modul 1.2 Seorang pemimpin harus mampu memastikan modal manusia yang dimiliki sekolah utamanya guru agar dapat menerapkan nilai-nilai guru penggerak dalam kesehariannya seperti mandiri, reflektif, kolaboratif, inovatif, dan berpihak pada murid. Dengan diterapkan nilai-nilai ini maka sekolah akan dapat mewujudkan murid yang memiliki profil pelajar Pancasila yaitu beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME dan berakhlak mulia, mandiri, bernalar kritis, kebhinekaan global, bergotong royong, serta kreatif.

·         Kaitannya dengan modul 1.3 Materi pada modul ini (Pemimpin dalam Pengelolaan Sumber Daya) juga berkaitan dengan materi visi guru penggerak. Seorang pemimpin harus mampu menyusun visi dan misi yang jelas, terarah dan tentunya visi yang disusun tersebut harus berpihak pada sumber daya yang dimiliki sekolah utamanya guru dan juga murid. Melalui penerapan Inkuiri Apresiatif dengan menggunakan tahapan BAGJA, seorang pemimpin akan dapat melakukan perubahan sekolah berbasis sumber daya yang akan menggerakkan warga sekolah untuk melakukan perubahan positif. Perubahan positif yang dilakukan secara konsisten akan melahirkan budaya positif dengan demikian modul ini pun berkaitan dengan modul 1.4 tentang budaya positif.

·         Kaitan dengan Modul Pembelajaran Berdiferensiasi, Sosial Emosional, dan Coaching 

Dalam melaksanakan pembelajaran seorang pemimpin harus mampu melasanakan pembelajaran yang sesuai dengan minat, bakat, dan profil siswa atau yang dikenal dengan pembelajaran berdiferensiasi. Untuk dapat melaksanakan pembelajaran berdiferensiasi ini maka seorang pemimpin harus memiliki kemampuan untuk memetakan aset/sumber daya yang dimiliki utamanya aset manusia yaitu siswa. Sehingga pembelajaran yang dilaksanakannya akan bermakna bagi siswa.

Potensi-potensi dan kekuatan yang dimiliki oleh siswa dapat kita kembangkan lebih jauh lagi dengan memperhatikan sisi sosial emosional siswa. Sebagai seorang pemimpin kita harus memahami sisi sosial emosional siswa, sehingga ketika ada siswa kita yang mengalami permasalahan maka kita akan dapat memberikan layanan berupa coaching. Coaching bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan dan menggali potensi-potensi yang dimiliki siswa untuk dapat dikembangkan. Dengan demikian maka siswa akan dapat berkembang dengan maksimal.

·         Kaitan dengan Modul Pengambilan Keputusan sebagai Pemimpin Pembelajaran

Pada modul ini seorang pemimpin sudah mempelajari bagaimana caranya mengambil sebuah keputusan dengan sebaik-baiknya ketika berada dalam situasi dilema etika. Ada 9 langkah yang harus dilewati ketika mengambil dan menguji keputusan. Dalam pengelolaan sumber daya/aset juga dibutuhkan kemampuan seorang pemimpin dalam mengambil keputusan saat melaksanakan pengelolaan sumber daya yang dimiliki.

 Demikianlah Koneksi Antar Materi-Pemimpin dalam Pengelolaan Sumber Daya yang bisa saya bagikan.

RANCANGAN PRAKARSA PERUBAHAN BAGJA